Login
Latest topics
Top posters
Michi | ||||
shaka | ||||
Don Corleone | ||||
Sevenseent | ||||
ezapos n-gage | ||||
ai ichimay | ||||
d'kZkG | ||||
rudy_comel | ||||
amekx | ||||
idna |
Thailand Flashback (1) - Tuol Sleng
Halaman 1 dari 1
Thailand Flashback (1) - Tuol Sleng
Mengintip Sejarah Kelam Kamboja (1)
Obyek wisata di Kamboja tidak semata terbatas pada Angkor Wat, sebuah candi
Buddha yang megah, tetapi juga obyek wisata dengan sejarah kelam yang terletak
di sebelah timur negara itu.
Kekejaman kelompok Khmer Merah pimpinan Pol
Pot pada 1970-an meninggalkan luka mendalam bagi warga Kamboja hingga hari ini.
Tetapi peninggalannya justru menjadi objek wisata, terutama bagi mereka yang
menyukai sejarah.
Museum Genosida Tuol Sleng
Seorang turis berjalan melihat foto-foto para tahanan yang
sempat masuk ke penjara S-21 di Phnom Penh, Kamboja. Kredit foto: AP/Heng
Sinith
Saya mengawali perjalanan saya dengan berkunjung ke museum
ini, yang berjarak kira-kira satu jam perjalanan dari Bandara Internasional
Phnom Penh. Saya tiba di tempat tujuan sekitar pukul tiga, sehingga masih
memiliki sekitar dua jam untuk mengeksplorasi tempat tersebut.
Awalnya
saya mengira Tuol Seng hanya sebuah museum biasa, yang banyak juga dijumpai di
negara lain, tetapi ternyata tidak. Tempat ini menyajikan sesuatu yang sangat
berbeda.
Tuol Sleng dulunya adalah sebuah SMA yang pada 1975 diubah
menjadi penjara bernama Security-21 atau S-21. Kabarnya terdapat sekitar 17
hingga 20 ribu warga Kamboja tak bersalah serta sejumlah orang asing yang pernah
dipenjara di sini. Dan dari semua orang yang ditahan tersebut, hanya tujuh orang
yang selamat hingga rezim Khmer Merah ditumbangkan.
Memasuki kompleks
Tuol Sleng, masih belum terlihat sesuatu yang berbeda hingga saya mendekati
salah satu bangunan. Di dinding terlihat sebuah tanda yang melarang pengunjung
tertawa maupun bercanda. Saya pun masuk. Sulit untuk mengungkapkan apa yang saya
rasakan di dalam bangunan. Sekolah tersebut telah diubah menjadi kamp
penyiksaaan.
Ruang-ruang kelas diisi oleh berbagai alat penyiksa, rantai
besi, sementara dari jendela saya dapat melihat pagar tinggi berkawat besi.
Ruang-ruang yang lain telah diubah menjadi sel-sel berukuran 1x1 meter. Bercak
darah masih terlihat di mana-mana.
Bagi saya, dan saya yakin bagi
pengunjung lainnya, tanda dilarang tertawa tersebut tidak ada gunanya. Melihat
apa yang ada di dalam, sungguh tidak mungkin bagi kami untuk tertawa maupun
bercanda. Tempat itu bagai menyerap kebahagiaan siapapun yang berkunjung. Kalau
boleh meminjam imajinasi JK Rowling, berada di Tuol Sleng bagaikan berada di
dekat dementor!
Di ruang lainnya kami melihat berbagai foto wajah. Para
petugas S-21 memotret setiap tahanan yang masuk ke penjara tersebut. Semua
dengan ekspresi kosong. Seolah tatapan mereka menyiratkan bahwa mereka tahu
hidup tidak akan lama lagi. Dan sebelum mati pun harus mengalami penyiksaan di
luar batas kemanusiaan.
Pemandu wisata yang saya sewa menjelaskan sejarah
kelam negara itu. Dia bercerita pengalamannya sendiri, bagaimana ayah dan kakak
lelakinya ditangkap pasukan Khmer Merah dan tidak pernah kembali. Dia juga
mengisahkan tentang bayi-bayi yang menangis yang dilemparkan begitu saja oleh
para sipir S-21 ke kawat berduri.
Salah satu hal yang paling menonjol di
tempat ini adalah Peta Tengkorak, yakni peta Kamboja yang terbuat dari 300
tengkorak manusia. Di tempat lain pakaian bekas para tahanan ditumpuk menjadi
satu. Foto maupun lukisan yang menggambarkan penyiksaan orang-orang tak bersalah
dipajang di dinding. Entah mengapa, setelah puluhan tahun pun bau anyir darah
masih tercium.
Matahari mulai tenggelam, pengunjung pun tinggal sedikit.
Sesegera mungkin saya menyelesaikan tur untuk turun ke halaman. Paling tidak,
suasana di udara terbuka lebih tidak mengerikan daripada di ruang-ruang yang
berbau darah ini. Di luar, ternyata masih banyak alat penyiksa yang digunakan
oleh para sipir S-21. Salah satunya adalah gentong-gentong besar yang berdiri
berjajar.
Dahulu, para siswa menggunakan air dalam gentong untuk membasuh
wajah. Namun, ketika tempat ini diubah menjadi penjara, para petugas membangun
tiang di atas gentong-gentong tersebut. Tahanan akan digantung terbalik, dengan
kepala dibenamkan dalam air.
Berakhirlah tur saya hari itu. Perjalanan
saya mengintip sejarah kelam Kamboja akan berlanjut di 'ladang pembunuhan'
Choeung Ek, dalam tulisan berikutnya.
Sumber: Yahoo.com
Site: Tuol Sleng
Obyek wisata di Kamboja tidak semata terbatas pada Angkor Wat, sebuah candi
Buddha yang megah, tetapi juga obyek wisata dengan sejarah kelam yang terletak
di sebelah timur negara itu.
Kekejaman kelompok Khmer Merah pimpinan Pol
Pot pada 1970-an meninggalkan luka mendalam bagi warga Kamboja hingga hari ini.
Tetapi peninggalannya justru menjadi objek wisata, terutama bagi mereka yang
menyukai sejarah.
Museum Genosida Tuol Sleng
Seorang turis berjalan melihat foto-foto para tahanan yang
sempat masuk ke penjara S-21 di Phnom Penh, Kamboja. Kredit foto: AP/Heng
Sinith
Saya mengawali perjalanan saya dengan berkunjung ke museum
ini, yang berjarak kira-kira satu jam perjalanan dari Bandara Internasional
Phnom Penh. Saya tiba di tempat tujuan sekitar pukul tiga, sehingga masih
memiliki sekitar dua jam untuk mengeksplorasi tempat tersebut.
Awalnya
saya mengira Tuol Seng hanya sebuah museum biasa, yang banyak juga dijumpai di
negara lain, tetapi ternyata tidak. Tempat ini menyajikan sesuatu yang sangat
berbeda.
Tuol Sleng dulunya adalah sebuah SMA yang pada 1975 diubah
menjadi penjara bernama Security-21 atau S-21. Kabarnya terdapat sekitar 17
hingga 20 ribu warga Kamboja tak bersalah serta sejumlah orang asing yang pernah
dipenjara di sini. Dan dari semua orang yang ditahan tersebut, hanya tujuh orang
yang selamat hingga rezim Khmer Merah ditumbangkan.
Memasuki kompleks
Tuol Sleng, masih belum terlihat sesuatu yang berbeda hingga saya mendekati
salah satu bangunan. Di dinding terlihat sebuah tanda yang melarang pengunjung
tertawa maupun bercanda. Saya pun masuk. Sulit untuk mengungkapkan apa yang saya
rasakan di dalam bangunan. Sekolah tersebut telah diubah menjadi kamp
penyiksaaan.
Ruang-ruang kelas diisi oleh berbagai alat penyiksa, rantai
besi, sementara dari jendela saya dapat melihat pagar tinggi berkawat besi.
Ruang-ruang yang lain telah diubah menjadi sel-sel berukuran 1x1 meter. Bercak
darah masih terlihat di mana-mana.
Bagi saya, dan saya yakin bagi
pengunjung lainnya, tanda dilarang tertawa tersebut tidak ada gunanya. Melihat
apa yang ada di dalam, sungguh tidak mungkin bagi kami untuk tertawa maupun
bercanda. Tempat itu bagai menyerap kebahagiaan siapapun yang berkunjung. Kalau
boleh meminjam imajinasi JK Rowling, berada di Tuol Sleng bagaikan berada di
dekat dementor!
Di ruang lainnya kami melihat berbagai foto wajah. Para
petugas S-21 memotret setiap tahanan yang masuk ke penjara tersebut. Semua
dengan ekspresi kosong. Seolah tatapan mereka menyiratkan bahwa mereka tahu
hidup tidak akan lama lagi. Dan sebelum mati pun harus mengalami penyiksaan di
luar batas kemanusiaan.
Pemandu wisata yang saya sewa menjelaskan sejarah
kelam negara itu. Dia bercerita pengalamannya sendiri, bagaimana ayah dan kakak
lelakinya ditangkap pasukan Khmer Merah dan tidak pernah kembali. Dia juga
mengisahkan tentang bayi-bayi yang menangis yang dilemparkan begitu saja oleh
para sipir S-21 ke kawat berduri.
Salah satu hal yang paling menonjol di
tempat ini adalah Peta Tengkorak, yakni peta Kamboja yang terbuat dari 300
tengkorak manusia. Di tempat lain pakaian bekas para tahanan ditumpuk menjadi
satu. Foto maupun lukisan yang menggambarkan penyiksaan orang-orang tak bersalah
dipajang di dinding. Entah mengapa, setelah puluhan tahun pun bau anyir darah
masih tercium.
Matahari mulai tenggelam, pengunjung pun tinggal sedikit.
Sesegera mungkin saya menyelesaikan tur untuk turun ke halaman. Paling tidak,
suasana di udara terbuka lebih tidak mengerikan daripada di ruang-ruang yang
berbau darah ini. Di luar, ternyata masih banyak alat penyiksa yang digunakan
oleh para sipir S-21. Salah satunya adalah gentong-gentong besar yang berdiri
berjajar.
Dahulu, para siswa menggunakan air dalam gentong untuk membasuh
wajah. Namun, ketika tempat ini diubah menjadi penjara, para petugas membangun
tiang di atas gentong-gentong tersebut. Tahanan akan digantung terbalik, dengan
kepala dibenamkan dalam air.
Berakhirlah tur saya hari itu. Perjalanan
saya mengintip sejarah kelam Kamboja akan berlanjut di 'ladang pembunuhan'
Choeung Ek, dalam tulisan berikutnya.
Sumber: Yahoo.com
Site: Tuol Sleng
Michi- bclass 4 stars
- Jumlah posting : 722
Join date : 08.10.10
Age : 34
Lokasi : Pekanbaru
Halaman 1 dari 1
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik
|
|
Wed Jan 02, 2013 9:26 am by Michi
» Materi Dosen
Wed Dec 19, 2012 10:00 am by Michi
» Materi 20 Nov '12
Mon Nov 26, 2012 2:57 pm by shaka
» Catatan
Fri Nov 23, 2012 11:51 am by idna
» Materi 1-5
Wed Nov 21, 2012 11:45 am by Michi
» 3. Masalah Penelitian
Wed Nov 07, 2012 11:17 am by idna